Monday, May 31, 2010

Terbaik Untukmu

Duhai Engkau sang dewi ciptaan raja
Dari langit kutemu keindahan
Dan kuharap kamu mau jadi pendampingku selamanya
   Dengarkanlah setiap kata yang terucap
   Mengertilah karena hidup takkan semudah kau kira
   Kau harus berlari mengejarnya

Ku takkan berhenti beri cinta dan rinduku
Sampai kau mengerti dan pahami semua yang kuberikan

   Jangan kau pergi dariku bila waktuku sedikit untukmu
   Setiap hembusan nafasku kulakukan yang terbaik untukmu

Duhai engkau sang dewi ciptaan raja
Mengertilah karena hidup takkan semudah yang kau kira
Kau harus berlari mengejarnya

Hikayat Al-Mustafa (Bagian Kesebelas)

  
  Sewaktu genta kuil berkumandang dan gemuruhnya memasuki telinga di suatu awal pekan, seorang murid Al-Mustafa berkata, "Guru, telah banyak kami simak perbincangan tentang Tuhan. Bagaimana pandanganmu tentang Tuhan serta siapakah Dia sesungguhnya?"
  Dengan menyerupai sebatang pohon muda yang tak mengenal gentar terhadap tamparan angin ataupun terjangan badai, sang Guru berdiri di hadapan murid-muridnya. Kemudian katanya, "Sahabat-sahabatku tersayang, kini pikirkanlah sebuah hati yang menelungkupi semua hati kalian, seutas cinta yang menyelimuti seluruh cinta kalian, sehelai jiwa yang memeluk semua jiwa kalian, secarik suara yang meliliti semua kumandang kalian serta sekerat kesunyian yang terasa jauh lebih menghunjam dibandingkan segala kesunyian yang tak terbatas.
  Sekarang telusurilah di dalam dirimu supaya engkau kuasa untuk merasakan bagaimana keindahan yang jauh lebih memukau dibandingkan semua keindahan, bagaimana nyanyian yang jauh lebih sahdu daripada semua nyanyian samudera dan belantara, keliaan yang berkuasa di singgasana yang menjadikan galaksi Orion sebagai penyangganya, mencengkeram sebuah tongkat kekuasaan sehingga galaksi Pleiades menjadi tidak lebih kecuali sebuah kerlipan kecil dari tetes-tetes embun.
  Bila selama ini engkau cuma sibuk oleh pencarian makanan dan tempat berlindung, pakaian dan ongkat penunjuk jalan, maka tibalah kini waktumu untuk mencari Yang Maha Esa, yang tidak engkau jadikan sasaran panahmu dan tidak pula engkau jadikan gua batu untuk perlindunganmu. Dan kalau masih saja kata-kataku ini belum engkau ketahui maksudnya, maka carilah sekalipun barangkali engkau akan kecewa lantaran pertanyaannya hanya akan menggiringmu memasuki cinta dan kebijakan Yang Maha Tinggi yang dikenal sebagai Tuhan oleh manusia."
  Semuanya diam tercenung. Mereka gundah dan bimbang. Al-Mustafa yang merasa tersentuh sangat iba pada mereka. Dengan penuh kasih sayang ditatapnya mereka, "Sebaiknya jangan lagi kita menggunjingkan Tuhan. Sudah cukup bagi kita untuk berbicara tentang dewa-dewa, tetangga-tetangga, sanak-kadang serta seluruh yang hidup di sekeliling rumah dan ladang kalian. Jika melamun, kalian akan terlontar tinggi sampai menembus awan cakrawala sehingga kalian menganggapnya terlalu membunmbung tinggi. Kalian pun hanya akan menyeberangi samudera nan luas sehingga kalian akan mengira telah menempuh perjalanan yang sangat jauh. Namun ketahuilah bahwa kalian akan mencapai ketinggian yang lebih tinggi manakala kalian menebar benih ke muka tanah, di waktu kalian mewartakan cantik cemerlangnya fajar pagi kepada tetangga kalian, sebenarnya kalian telah melampaui samudra yang teramat sangat luas.
  Kalian memang tak pernah menyimak kidung yang hakiki sekalipun kalian sudah terlalu sangat sering melantunkan tembang-tembang pujian kepada Yang Maha Kuasa. Akan lebih baik bagi kalian untuk menikmati kicau beburungan, gemeresek dedaunan yang bertanggalan dari ranting-rantingnya sewaktu angin menampar dan merontokkannya. Tapi jangan lupa kawanku, semua itu hanya akan bernyanyi sahdu sewaktu terpisahkan dari ranting-rantingnya. Karena itu, sekali lagi kuingatkan , janganlah sekali-kali kalian bergunjing tentang Tuhan yang merupakan keseluruhanmu secara serampangan. Berbincanglah dengan sesama kalian dan saling mengertilah, antara tetangga dengan tetangga, antara dewa dengan dewa.
  Masih adakah gunanya untuk memberi makan pada anak burung sementara induknya begitu saja terbang tinggi membelah cakrawala? Kembang apakah yang akan mekar bila bukan dibuahi kumbang yang hinggap di kembang lainnya? Kalian akan bersujud khusuk kepada Tuhan sewaktu kalian tertindih kenestapaan hidup. Kalian akan lebih berharga dan sanggup menapaki jalan kalian sendiri ketika kalian telah menjumpai jalanan yang lebih luas.
  Para pelaut dan kawanku, akan jauh lebih bijak bila kita tidak berdiskusi tentang Tuhan yang tidak pernah kita mengerti. Dan sungguh akan jauh lebih baik bila kita berbincang tentang hubungan manusia yang jauh lebih kita pahami. Hanya saja, aku ingin kalian semua menyadari betapa kita semua adalah detak nafas dan aroma wewangian Tuhan. Tuhan pun larut dalam daun-daun, kembang-kembang dan buah-buahan."
(Kahlil Gibran)

Sunday, May 30, 2010

Kanal Air Mutakhir Suku Maya Ditemukan !!!

  Tim peneliti dari Amerika Serikat baru saja menemukan kanal atau saluran air karya suku Maya di Kota Palenque, Meksiko, yang merupakan contoh pertama rekayasa tekanan air di dunia.


  Tim peneliti dari Universitas Pennsylvania itu seorang arkeolog dan ahli hidrologi. Mereka menemukan bukti bagaimana suku Maya menggunakan saluran air yang diatur dengan tekanan, tetapi masih belum diketahui proses detailnya.

  "Sistem tekanan air sebelumnya diperkirakan diperkenalkan oleh bangsa Spanyol ketika kedatangannya," ujar peneliti dalam Journal of Archaeological Science edisi terbaru. Tetapi kini ada bukti baru yang lebih tua.
  Berdasarkan data arkeologis, kondisi iklim musiman, bentuk geomorfologi, dan teori hidrolik jelas menunjukkan bahwa suku Maya di Palenque Chiapas telah menerapkan pengetahuan empiris dari saluran air bertekanan tertutup sebelum hadirnya bangsa Eropa.

  Teknologi tersebut pertama kali teridentifikasi pada 1999 saat survei pemetaan. Sementara saluran air yang mengalir di bawah kawasan kota belum diketahui. Kemudian pada tahun 2006, seorang arkeolog kembali ke Palenque bersama ahli hidrologi untuk memeriksa fitur air yang tidak biasa.

  Area Palenque pertama kali dihuni pada tahun 100 Masehi, tetapi tumbuh lebih besar ketika periode klasik Maya berlangsung, yakni tahun 250 hingga 600 Masehi. Kota tersebut ditinggalkan sekitar tahun 800 Masehi.

  "Di bawah kondisi alamiah rasanya sulit membayangkan suku Maya membuat contoh tekanan air yang teratur di dunia mereka,” ujar Christopher Duffy, profesor rekayasa teknik sipil dan lingkungan.

  Saluran air bawah tanah sebagai akuaduk bukan hal yang umum di Palenque karena suku Maya membangun kota dalam area kecil di atas tebing besar yang panjang. Untuk membuat lahan yang tersedia layak dihuni, suku Maya di Palenque membuat rute saluran di bawah kota melalui akuaduk.

  "Mereka menciptakan ruangan kota," ujar Kirk French, dosen antropologi. "Ada saluran di dalam area setiap 300 kaki atau menyeberangi tebing. Sangat sedikit tanah yang bisa dibangun."

  Saluran tersebut juga berguna pada musim hujan sehingga bahaya banjir bisa diantisipasi setidaknya sebagian dialirkan dan dikontrol. Saluran yang diteliti oleh para ahli bernama akuaduk Piedras Bolas yang berlokasi di atas permukaan tanah yang terjal dengan ketinggian 20 kaki.
(KOMPAS)

Saturday, May 29, 2010

Kenangan Sewaktu Remaja

   Rek, asline iki mek guyonan lho, ojok ditanggepi serius, oke?
Hahahaha, suwe-suwe aq ndelok foto iki ngguyu ngakak kepingkel-pingkel iki. Trims buat semua anak SMU Negeri 10 yang lulus tahun 2005, i love you all, friends! Memang saat-saat terindah itu saat di SMA. Gak terasa kita lulus udah 5 tahun yang lalu. Foto-foto hasil sotosop ini moga-moga bisa jadi pengobat kangen kita semua. Tanpa banyak kata, tanpa banyak bicara, cekidot friends !!!

Tryo dan Dana

Surya dan Tryo

Iki Dana pas operasi kelek'e rek!!!

Buka bersama di rumah Tyok

Lagi-lagi Tyok ngedit sing gak genah

  Wis rek, sementara sak mene dhisik ae yo? Engkok lek tak tambahi terus awakmu kabeh ngguyu gak mari-mari. Wetengmu dadi sixpack kabeh engkok gara-gara ngguyu. Ngapuntene nggeh!!!

Hikayat Al-Mustafa (Bagian Kesepuluh)

  Phardrous, orang Yunani, suatu hari memasuki taman dan kakinya terbentur batu. Ia menjadi murka. Dibalikkan badannya dan dipungutnya batu itu lalu berkata, "Ah, benda mati ini yang merintangi laju kakiku!" Ditolakkannya batu itu jauh-jauh sekuat tenaga.
  Al-Mustafa yang menyaksikan peristiwa itu bergumam, "Mengapa engkau menyebutnya benda mati? Sudah berapa lamakah engkau di taman ini? Ketahuilah bahwa tidak ada satu benda matipun di taman ini. Di antara keagungan siang dan malam, semuanya berkilau. Engkau tak ada bedanya dengan batu itu. Hanyalah detak jantung yang membedakan kalian. Jantungmu lebih cepat berpacu sekalipun tidak tenang. Benarkah yang kukatakan kawanku?
  Barangkali memang nadanya tidak sepadan. Namun akan kututurkan padamu bahwa bila engkau mengumandangkan jiwamu dan menguraikan ketinggian cakrawala, maka engkau cuma akan menangkap satu irama, dan di balik irama itulah bebatuan dan bebintangan saling bertembang penuh girang dalam keselarasan yang sangat sempurna.
  Jika pengertianmu tidak sanggup menjangkau pembicaraanku, maka tunggulah sampai fajar esok. Karena engkau telah menyumpahi batu itu akibat kebuataanmu sendiri sehingga kakimu menabraknya, maka akankah engkau pun melaknati bintang jika kepalamu tersandung padanya di langit? Saat engkau memunguti bebatuan dan bebutiran bintang layaknya kanak-kanak yang memetiki kembang-kembang di lelembahan, engkau akan segera menyadari betapa benda-benda ini juga hidup dan wanginya sangat mempesona.
(Kahlil Gibran)

Thursday, May 27, 2010

Hikayat Al-Mustafa (Bagian Kesembilan)

  
  Al-Mustafa dengan diiringi sembilan muridnya berjalan memasuki bangunan yang teronggok di taman itu dan mengelilingi nyala perapian. Badai dahsyat menerjang taman itu di waktu senja begini. Semuanya bungkam dalam kebisuan.
  Salah seorang muridnya tiba-tiba bersuara, "Guru, aku hanyalah sebatangkara. Sementara derap langkah waktu begitu perkasa menggetarkan jantungku." 
  Melalui suaranya yang bergemelisir layaknya angin, Al-Mustafa bangkit dan berdiri di tengah-tengah muridnya, "Apa yang engkau maksud dengan sebatangkara?" tegasnya. "Engkau datang seorang diri dan melintasi kabut seorang diri pula. Maka minumlah isi pialamu sendiri dalam bisunya kesenyapan lantaran hari-hari di musim gugur telah memunculkan bibir-bibir lain yang memiliki piala-piala lain dan menuanginya dengan anggur yang semanis madu. Begitu jugalah yang mereka isikan ke dalam pialamu. Teguklah sendiri isi pialamu sekalipun terasa menelan darah dan airmata kesengsaraan. Bersyukurlah pada kehidupan yang telah menganugerahi rasa haus. Hatimu akan seperti tepian pantai dari sebuah samudera yang tak memiliki gelombang, tak menyimpan gemuruh dan tak mengerami pasang-surut bila engkau tak memiliki rasa haus.
  Reguklah isi pialamu sendiri sambil memekik gembira. Junjunglah pialamu di atas kepalamu lalu reguklah kuat-kuat demi mereka yang meminumnya dalam kesendirian. Aku pernah suatu kali mencari gerombolan manusia yang kemudian duduk rapi mengelilingi meja jamuan sebuah pesta kemudian minum dengan sepuas-puasnya. Namun mereka tidak mengangkat anggurnya di atas kepalaku, tidak pula meresapkannya ke dalam dadaku. Mereka hanya membasahi kakiku. Kebijakanku masih kerontang. Hatiku terkunci dan terpatri. Cuma sepasang kakikulah yang bergumul dengan mereka di antara selubung kabut yang buram.
  Aku tidak mau lagi mencari kumpulan manusia atau pula mereguk anggur bersama mereka dalam meja jamuan pesta mereka. Apa yang engkau rasakan jika kututurkan padamu semua itu kendati waktu begitu garang menghentaki jantungmu? Akan sangat baik bagimu bila engkau mereguk piala rengsamu seorang diri dan piala bahagiamu seorang diri pula."
(Kahlil Gibran)

Hikayat Al-Mustafa (Bagian Kedelapan)

  Ketika fajar menyingsing, di kala langit masih tampak kepucatan, di pagi itu mereka berjalan-jalan mengitari taman sambil terkagum-kagum menyaksikan tempias ufuk timur yang membaluti matahari terbit. Kemudian Al-Mustafa menjulurkan jari tangannya sambil berkata, "Bayangan matahari itu sendiri pada tetes embun tidaklah lebih rendah dibandingkan matahari itu sendiri. Cerminan kehidupan yang bersarang dalam jiwa kalian tidaklah kurang nilainya daripada kehidupan itu sendiri. Karena embun menyatu dengan cahaya, maka dia menempiaskan cahayanya. Karena kalian dan kehidupan menyatu, maka kalian merupakan bayangan kehidupan itu sendiri.
  Maka katakanlah bila gulita menangkupi kalian : 'Gulita ini adalah fajar yang belum sempurna terlahirkan.Sekalipun rengsa pekatnya malam menghujamiku, pagi akan tetap disempurnakan kelahirannya untukku serta pula untuk gelaran bebukitan luas.'
  Sebagaimana engkau yang menyatukan jiwa dengan hati Tuhan, demikian jugalah tetes-tetes embun menyelimuti bunga lili di saat senja. Bila tetes embun bergumam : 'Namun akan menjadi setetes embun hanya dalam waktu seribu tahun', maka jawablah : 'Tidakkah engkau sadari betapa cahaya selalu berkilau memelukmu sepanjang masa?'

Tuesday, May 25, 2010

Cleopatra Stratan - Penyanyi Termuda Yang Sukses di Umur 3 Tahun

  Yah, lagi suntuk-suntuk aku cari video-video lucu di Youtube. Eh, gak tahunya malah nemu video-video yang lucu dan bagus ini. Nama anak ini Cleopatra Stratan. Langsung aja sya tanyak sama om Wiki siapa sih si Cleopatra ini. Ternyata dia itu waktu umur 3 tahun udah sukses luar biasa sebagai penyanyi. Cleopatra ini aslinya dari Rumania dan dia itu penyanyi termuda yang dapat penghargaan MTV dan dia juga penyanyi termuda yang bisa nempatin lagunya di hart nomer 1 di Rumania. Okelah, daripada sya banyak omong, silahkan kalian lihat video-video lagu dari Cleopatra Stratan ini.










Monday, May 17, 2010

Nyanyian Seorang Kakak

  Seorang ibumuda, Fatimah, sedang mengandung bayi kedua. Sebagaimana layaknya para ibu, Fatimah membantu Yahya, anak pertamanya yang baru berusia 3 tahun bagi kehadiran adik bayinya. Yahya senag sekali akan punya adik. Kerap kali ia menempelkan telinganya di perut ibunya. Dan, karena Yahya suka bernyanyi, ia pun sering menyanyi bagi adiknya yang masih di perut ibunya itu. Tampaknya, Yahya amat sayang sama adiknya yang belum lahir itu.
  Tiba saatnya bagi Fatimah untuk melahirkan. Tapi, sungguh di luar dugaan, terjadi komplikasi serius. Baru setelah perjuangan berjam-jam adik Yahya dilahirkan, seorang bayi putri yang cantik. Sayang kondisinya begitu buruk, sehingga dokter yang merawat dengan sedih berterus terang kepada Fatimah, "Bersiaplah jika sesuatu yang tidak kita inginkan terjadi."
  Fatimah dan suaminya berusaha menerima keadaan dengan sabar dan hanya bisa pasrah kepada yang Maha Kuasa. Mereka bahkan sudah menyiapkan acara penguburan buat putrinya sewaktu-waktu dipanggil Allah SWT. Lain halnya dengan kakaknya, Yahya. Sejak adiknya dirawat di ICU ia merengek terus!
  "Umi,...aku mau nyanyi buat adik kecil!" namun ibunya kurang tanggap. "Umi,...aku pengin nyanyi!" namun Fatimah terlalu larut dalam kesedihan dan kekhawatirannya. Yahya bahkan sambil meraung menangis. Fatimah tetap menganggap rengekan Yahya rengekan anak kecil. Lagipula ICU adalah daerah terlarang bagi anak-anak. Baru ketika harapan menipis, sang ibu mau mendengarkan Yahya. Baik, setidaknya biar Yahya melihat adiknya untuk yang terakhir kalinya. Mumpung adiknya masih hidup! Ia dicegat oleh suster di depan pintu masuk kamar ICU.
  "Anak kecil dilarang masuk!" Fatimah ragu-ragu, "Tapi, suster......". "Saya tidak mau tahu, ini peraturan! Anak kecil dilarang dibawa masuk!" Fatimah menatap tajam suster itu, lalu berkata, "Suster, sebelum menyanyi buat adiknya, Yahya tidak akan kubawa pergi! Mungkin ini yang terakhir kalinya bagi Yahya melihat adiknya!" Suster terdiam menatap Yahya dan berkata, "Tapi tidak boleh lebih dari lima menit!"
  Demikianlah, kemudian Yahya dibungkus dengan pakaian khusus dan dibawa masuk ke ruangan ICU. Ia didekatkan pada adiknya yang sedang tergolek dalam sakaratul maut. Yahya menatap lekat adiknya, lalu dari mulutnya yang kecil mungil keluarlah suara nyanyian yang nyaring, ".....Kau adalah sinar matahari, satu-satunya sinar matahari, kau membuatku bahagia ketika langit yang abu-abu...." Ajaib! Si adik langsung memberi respon. Seolah ia sadar akan sapaan sayang dari kakaknya.
  "....Kamu tidak pernah tahu, sayang, berapa banyak aku mencintaimu. Tolong jangan mengambil sinar matahari pergi...." Denyut nadinya menjadi lebih teratur. Fatimah dengan haru menatapnya dengan tajam dan berkata, "Terus,...terus Yahya! Teruskan sayang!" bisik ibunya. "...Malam, sayang, ketika aku tidur, aku bermimpi, aku memegang tanganmu...". Dan sang adik pun meregang, seolah menghela napas panjang. Pernapasannya lalu menjadi teratur.
  "...Aku akan selalu mencintaimu dan membuatmu bahagia, jika kita bisa bersama....". Sang adik kelihatan begitu tenang, sangat tenang. "Lagi sayang!" bujuk ibunya sambil mencucurkan air matanya. Yahya terus bernyanyi dan adiknya kelihatan semakin tenang, rileks, dan damai, lalu tertidur lelap. Suster yang tadinya melarang untuk masuk, kini ikut terisak-isak menyaksikan apa yang telah terjadi atas diri adik Yahya dan kejadian yang baru saja ia saksikan sendiri.
  Suatu hari kemudian, si adik bayi sudah diperbolehkan pulang. Para tenaga medis tak habis pikir atas kejadian yang menimpa pasien yang satu ini. Mereka hanya bisa menyebutnya sebagai sebuah terapi ajaib, dan Fatimah juga suaminya melihatnya sebagai Keajaiban dari Allah SWT.
(emotivasi)

Vanuatu, Negara di Tengah Samudera Pasifik

  Vanuatu, ini adalah negara kecil dan terpencil. Lokasinya adalah sekitar 1750 kilometer di sebelah timur Australia. Sebuah kepulauan kecil di Samudera Pasifik. Benar-benar kecil, karena penduduknya hanya sekitar seperempat juta. Hanya sebuah titik di hamparan luas samudera. Secara politik pun negeri ini sangat-sangat muda. Negeri yang terdiri dari 6 propinsi ini baru merdeka dari Inggris dan Prancis pada tahun 1980. Tiga puluh lima tahun lebih muda dari Indonesia.
  Apa yang menarik tentang negeri ini? Tidak lain adalah tentang karakter pendiam bangsa Vanuatu. Bangsa ini tidak suka ngomong besar. Prestasi ekonomi bangsa ini bila diukur dengan GDP ternyata berada di atas negara kita, Indonesia. Menurut IMF yang dikutip Wikipedia, Vanuatu memiliki GDP nominal perkapita sebesar USD 2.301. Angka ini berada di atas Indonesia yang sebesar USD 2.224. GDP adalah total nilai barang dan jasa yang diroduksi oleh seluruh orang yang ada di sebuah negara. Nilai GDP perkapita dihitung dari nilai GDP dibagi seluruh jumlah penduduk negara tersebut. Dengan demikian, secara sederhana GDP bisa dipahami sebagai pendapatan rata-rata tahunan dari penduduk sebuah negeri. Jadi, pendapatan rata-rata orang Indonesia kalah dengan Vanuatu.
  Mengapa kalah? Ada banyak jawaban. Di negeri ini, apa-apa yang dibicarakan berbeda dengan apa-apa yang dikerjakan. Suka berkata atau menulis laporan palsu. Inilah penyebab korupsi. Penyebab buruknya prestasi ekonomi.
(dari berbagai sumber)

Ini gambar-gambar dari negara Vanuatu











Keajaiban Mata Lalat

  Sebuah perangkat optik yang terilhami dari mata lalat membuka pintu bagi pengembangan peralatan-peralatan pencitraan baru di dunia kedokteran. Para ilmuwan kin tengah mengembangkan perangkat baru di bidang ini. Mereka berharap alat ini akan memberikan lebih banyak keuntungan daripada yang ada sekarang. Keuntungannya adalah biaya yang lebih murah daripada teknologi pencitraan yang digunakan pada perangkat-perangkat yang sudah ada.
  Peneliti Joseph Rosen dan David Abookasis dari Universitas Ben-Gurion, kini telah menemukan sebuah cara baru. Para ilmuwan mengambil rancangan pada mata lalat sebagai titik awal mereka. Rosen menyatakan bahwa alat ini, yang bekerja berdasarkan prinsip mata lalat, begitu menjanjikan, dan memunculkan kabar gembira bahwa dengan penggunaan alat ini, endoskop yang tidak nyaman atau 'kamera pil' yang harus ditelan dalam pencitraan perut (abdomen scans) akan menjadi peninggalan masa lalu.

Rancangan Mata Lalat
  Seekor lalat yang bergerak melintasi udara sungguh luar biasa lincah. Lalat dapat mengubah arah terbangnya dalam sekejap ketika mengetahui adanya gerakan sangat lemah yang diarahkan kepadanya. Lalat dapat memilih untuk mendarat pada lantai, dinding, atau langit-langit sebuah ruangan. Kenyataan bahwa lalat memiliki sebuah perangkat penglihatan amat hebat sangatlah penting dalam hal ini.
   Mata lalat memiliki rancangan yang dikenal sebagai 'mata majemuk' dan yang memungkinkannya melihat melalui lensa (mata) yang berjumlah sangat banyak dan pada sudut pandang yang lebar. Sebuah mata majemuk lalat tersusun atas satuan optik berjumlah sangat banyak, masing-masing dengan lensa optiknya sendiri, dan menghasilkan sejumlah besar gambar.  Rangkaian saraf dari setiap satuan optik mengambil hasil rata-rata dari gambar yang ada, sehingga dihasilkanlah sebuah bayangan gambar yang lebih jelas daripada latar belakang yang dipenuhi pengotor. Mata lalat dapat mengindra getaran cahaya 330 kali per detik. Ditinjau dari sisi ini , mata lalat enam kali lebih peka daripada mata manusia.
  Pada saat yang sama, mata lalat juga dapat mengindra frekuensi-frekuensi ultraviolet pada spektrum cahaya yang tidak terlihat oleh kita. Perangkat ini memudahkan lalat untuk menghindar dari musuhnya, terutama di lingkungan gelap. Prinsip teknik ini, yang telah digunakan oleh manusia sejak beberapa ratus tahun yang lalu, telah ada pada lalat selama sekitar 390 juta tahun.
(harunyahya.com

Friday, May 14, 2010

7 Rumus Kebahagiaan


Apakah Kebahagiaan itu?
  Menurut Arvan Pradiansyah, kebahagiaan berbeda dengan kesuksesan. Kalau kesuksesan adalah mendapatkan yang anda inginkan (getting what you want), maka lain lagi dengan bahagia. Kalau bahgia, adalah menginginkan apa yang sudah didapatkan. Bahagia itu adalah 'wanting what you get.' Karena kebahagiaan itu lebih pada proses, dan bukan pencapaian target, maka kunci kebahagiaan ada di pikiran. Artinya, orang bisa bahagia atau tidak bergantung pada pikirannya. Memang, selama ini orang terlanjur memahami bahwa hatilah yang menjadi kunci kebahagiaan. Namun, Arvan Pradiansyah mempunyai pandangan lain. Menurutnya, cara untuk mengelola kalbu yang selama ini diartikan sebagai hati itu adalah mengelola yang bisa dijangkau, yaitu pikiran.
Rumus 1 : Sabar (Patience)
  Kalau pikiran-pikiran yang masuk ke dalam kepala adalah mengenai 'hasil', maka pikiran itu tidak akan membuat seseorang bahagia, karena definisi sabar itu bukan pada hasil. Sabar itu adalah pada proses. Maka makanan yang harus kita masukkan ke dalam otak kita adalah proses, proses, dan proses. Yang paling penting kita nikmati prosesnya, bukan hasilnya. 
  Tapi, banyak orang yang ingin mendapatkan hasil, tapi tidak mau menjalani proses. Nah, itulah orang yang tidak bahagia. 

Rumus 2 : Syukur (Gratefulness)
  Kebanyakan orang tidak bersyukur. Itu karena pikirannya dipenuhi oleh hal-hal yang belum dia miliki. Kalau pikiran seseorang dipenuhi dengan apa-apa yang sudah menjadi miliknya sekarang, maka perasaan syukur akan betul-betul lahir. 
Rumus 3 : Sederhana (Simplicity)
  Simplicity atau sederhana itu 'melihat ke luar.' Yaitu bagaimana seseorang melihat masalah dalam hidupnya itu sebagai sesuatu yang sederhana, bukan suatu hal yang kelihatan sangat kompleks atau rumit. Sederhana adalah menemukan hakikat di balik setiap masalah. Jadi, pikiran kita ini juga harus di isi dengan hal-hal yang sederhana. Ketika pikiran seseorang diisi hal-hal yang tidak abadi seperti itu, atau oleh problem-problem, maka orang itu tidak bahagia. "Ketika kita mampu melihat hakikat di balik setiap masalah, menemukan esensi di balik setiap pernak-pernik, maka kita bisa melihat dunia ini sederhana sekali sebenarnya, dan kita bahagia kalau melihat kesederhanaan itu."
Rumus 4 : Kasih (Love)
  Dalam pengamatan Arvan Pradiansyah, seseorang sulit mengasihi orang lain, karena yang dia masukkan ke dalam pikirannya selalu kata-kata "di". Yang benar, kalau bicara mengenai kasih, yang harus dipikirkan adalah bagaimana caranya menjadi orang yang lebih dikasihi oleh orang lain. Maka pikiran seseorang harus diisi dengan "me", bukan "di". Sebab, jika semua orang berpikir "di", maka siapa yang "me"?
  Sebaliknya, apabila semua orang berpikir "me", maka semua akan mendapatkan. Jadi, pikiran kita harus diisi dengan "me", bukan "di". Karena kalau "di", siapa yang mau menyayangi kita. Kalau "di", kita meletakkan kebahagiaan kita kepada orang lain. Tapi kalau "me", kebahagiaan kita ada dalam diri kita sendiri.

Rumus 5 : Memberi (Giving)
  Rumus sukses ialah memberi sesuatu supaya mendapatkan sesuatu yang lebih banyak lagi. Kalau modalnya 10 dan dapatnya 100, maka itu berarti sukses. Sedangkan kebahagiaan rumusnya adalah 'give more, accept less'. Itulah ikhlas, yang merupakan puncak tertinggi dari giving / pemberian, yakni ketika kita bisa memberi tanpa mengharap akan mendapatkan balasannya.
Rumus 6 : Memaafkan (Forgiving)
  Memaafkan, berarti memasukkan pikiran ke dalam kepala bahwa orang yang menyakiti itu sesungguhnya mempunyai sisi-sisi yang baik. Sebab, seringkali orang tidak mau menerima bahwa orang lain itu mempunyai hal-hal baik. Yang dimasukkan ke dalam pikirannya akhirnya kejelekannya, sehingga orang sulit memaafkan. JIka yang kita masukkan ke dalam pikiran kita adalah tentang kebaikan-kebaikannya, maka perasaan kita kan berubah, dan kita akan lebih mudah memaafkannya. Sesungguhnya ketika kita memaafkan itu akan memberi manfaat pada diri kita.
Rumus 7 : Berserah Diri (Surrender)
  Orang yang beriman adalah orang yang ketika sudah tidak bisa melakukan apa-apa lagi, dia masih bisa menyerahkan ketidakmampuannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan orang yang tidak beriman tidak akan bisa bahagia, karena sebagai manusia, kemampuannya terbatas. Nah, kalau orang yang beriman kemampuannya menjadi tidak terbatas, karena dia memiliki Allah SWT.
(Arvan Pradiansyah)

Thursday, May 13, 2010

Budidaya Cacing Tanah

  
  Pada akhir tahun 1990-an, cacing tanah pernah diisukan sebagai komoditas penting untuk di eskpor ke Hong Kong sebagai bahan obat dan kosmetik. Waktu itu, harganya mencapai Rp. 250.000 per kilogram. Ternyata, informasi tersebut tidak benar.
  Namun, sekarang cacing tanah justru punya prospek yang lebih baik. Misalnya, sebagai penghancur sampah organik serta penghasil kascing (bekas cacing atau kotoran cacing). Keduanya merupakan pupuk organik berkualitas tinggi. Dan, cacing tanahnya sendiri menjadi pakan itik dan ikan konsumsi.
  Sampah organik adalah makanan cacing tanah. Limbah organik rumah tangga yang dimasukkan ke dalam wadah ember plastik akan dihancurkan cacing tanah. Selain bahan organik yang tidak tercerna tetapi sudah terkomposkan, dalam kontainer ini juga akan dihasilkan kotoran cacing yang disebut kascing.
  Kascing berupa serbuk, dengan butiran berbentuk kapsul sepanjang satu milimeter (mm), diameter 0,5 mm, berwarna hitam kecoklatan, dan biasanya akan mengumpul di atas kontainer. Kita bisa mengeringkannya atau langsung dipakai sebagai pupuk organik.
  Kandungan kascing antara lain hormon giberelin, sitokinin, auksin dan asam humat yang mampu meningkatkan mikroorganisme tanah semisal azotobacter, azospirilium, aspergillus, bacillus, dan lactobacillus. Berbagai mikroorganisme itu diperlukan tanaman.
  Di dunia ini, total ada sekitar 6000 spesies cacing tanah, tetapi hanya sekitar 120 spesies yang penyebarannya cukup luas.
  Cacing tanah yang berpotensi untuk diternakkan adalah cacing merah genus lumbricus yang berbentuk pipih, penampang 0.5 cm, lembek, dan gerakannya lamban. Warnanya coklat kemerahan, dan panjang maksimal 8 cm.
  Cacing tanah genus ini mudah dibedakan dengan genus pheretima, yang lazim disebut cacing kalung. Bentuk cacing tanah ini bulat, kekar, berpenampang 0,7 cm, dan gerakannya gesit. Warnanya coklat terang keunguan, dengan panjang maksimal 12 cm. Kascing dari cacing lumbricus berbentuk butiran, sedangkan kascing dari cacing pheretima berupa gumpalan lengket yang berukuran lebih besar, dan lebih lama keringnya.

Dua Pola Pemeliharaan

  Memelihara cacing tanah lumbricus relatif mudah. Benih bisa diperolah dari alam. Misalnya, di sekitar kandang ternak atau di bawah rumpun pisang. Dari benih sekitar satu genggam, dalam satu bulan sudah diperoleh 2 kg sampai 3 kg cacing tanah.
   Sesuai dengan tujuannya, memelihara cacing tanah dibedakan menjadi dua model. Pertama, pemeliharaan dengan tujuan untuk menghancurkan sampah. Pemeliharaannya memakai kotak kayu, plastik atau wadah lain. wadah ini harus ditaruh di tempat yang teduh, tidak tersiram hujan dan tidak terkena langsung panas matahari.
  Wadah ini di isi kompos atau pupuk kandang yang sudah jadi, ditaburi makanan cacing (bahan nabati) dan ditaburi lagi kompos yang sudah jadi. Setelah itu, benih cacing dimasukkan ke dalamnya.
  Tanda bahwa media itu cocok, cacing yang disebar akan langsung masuk ke dalamnya. Kalau cacing menyingkir ke tepi, berarti media itu tidak cocok. Jika sesuai, barulah sampah organik ditaruh di atasnya secara kontinu. Secara bertahap, kascing bisa diambil sebagai pupuk.
  Kalau tujuan utamanya untuk dipanen, model pemeliharaan cacing menggunakan rak-rak bambu dengan plastik yang diikatkan pada rak itu.
  Media pemeliharaannya pupuk kandang yang sudah jadi dan secara bertahap diberi kotoran sapi, kerbau, kuda, kambing, domba dan kelinci. Pupuk kandang matang hanya media tempat tinggal cacing. Sementara, kotoran ternak jadi pakan cacing. Dengan pola ini, cacing tanah akan tumbuh pesat hingga bisa dipanen secara periodik sebagai pakan itik atau ikan.
  Cacing tidak bisa hidup dalam media yang tercampur sabun (soda), garam, asam, tanin, dan bahan kimia lainnya. Sebagai penghancur sampah organik, cacing tanah bisa diberi sisa-sisa sayuran, kulit buah, sampah daun-daun kering, dan potongan rumput.
(KONTAN)

Hikayat Al-Mustafa (Bagian Ketujuh)

  Seorang murid mengangkat suara kepada Al-Mustafa sewaktu mereka sedang duduk berteduh di bawah rindangan pohon putih, "Aku sangat takut pada waktu yang begitu saja melaju dan menghancurkan masa muda kami, Guru. Apa yang sebenarnya diberikan waktu kepada kami, Guru?"
  "Ambillah sekarang segenggam tanah," jawab Al-Mustafa. "Apakah kau temukan di balik gumpalannya sebutir benih atau seutas cacing? Seumpama tanganmu besar dan kuat, niscaya benih-benih itu akan menjelma hutan rimba dan cacing itu akan menjelma bidadari juwita. Ingatlah, tahun-tahun yang mengubah benih-benih menjadi hutan rimba dan cacing-cacing menjadi bidadari juwita adalah masa kini yang bergulir sepanjang tahun.
  Musim apakah yang hidup sepanjang tahun kalau bukan pikiramu itulah yang sebenarnya berubah? Musim semi adalah kebangkitan di balik hatimu. Musim panas adalah pengakuan atas kesuksesanmu. Tidakkah cuma musim gugur yang meninggalkanmu yang melagukan dongeng tidur bagi mereka yang masih kanak-kanak? Tidakkah musim dingin itu adalah tidur panjang yang penuh dengan mimpi-mimpi yang merindukan musim-musim lainnya? Begitukah?"
  Seorang murid Al-Mustafa yang selalu ingin tahumengamati tumbuh-tumbuhan yang kembangnya merekah merambati pohon-pohon sisamor. "Guru, lihatlah benalu itu," ucapnya. "Apa yang dapat engkau ceritakan tentangnya? Dengan sepasang mata yang lelah mereka mencuri cahaya kesetiaan dari anak-anak matahari dan mengurasi saripati yang mengalir ke dahan-dahan dan daun-daunnya."
  Al-Mustafa berkata, "Kawanku, kita semua sebenarnya adalah benalu. Kita yang membanting tulang untuk menyulap tanah menjadi kehidupan yang menggairahkan sungguh tidaklah lebih agung dibandingkan mereka yang langsung mendapatkan anugerah kehidupan dari tanah sekalipun tidak mengerti makna tanah itu. Apakah merupakan suatu kewajiban bagi seorang ibu untuk bergumam pada anaknya : 'Engkau akan kuserahkan ke hutan rimba. Ibumulah yang lebih mulia, tapi engkau menjadikanku, hatiku dan tanganku sangat lelah.' Atau tidak salahkah bila seorang penyanyi tiba-tiba menyesalkan iramanya dengan menukas : 'akibat suaramu yang telah menghabiskan nafasku, kini pulanglah engkau ke gua gemuruhmu tempat engkau berasal.' Tepatkah bila seorang pengembala berujar pada anak kudanya : 'Aku tak akan bisa lagi menuntunmu ke sana karena padang rumput telah gundul. Lebih baik kau kupotong dan kukorbankan untuk sebuah persembahan.'
  Kawanku, semua hal terjawab sebelum dipersoalkan. Sebagaimana mimpi-mimpimu, semuanya terwujud sebelum engkau tenggelam dalam lelap tidurmu. Kita yang hidup menurut hukum alam niscaya saling bergantung, dari dulu dan sampai kelak yang tak terbatas. Lebih baik kita hidup dalam kebaikan dan saling mengasihi. Kita saling mencari untuk mengusir kesendirian kita. Dan kita akan mengarungi jalanan manakala kita tidak lagi menyimpan sekerat hati yang sudi duduk berdampingan.
  Sahabat dan saudaraku. Percayalah betapa jalan-jalan akan terasa lebih lebar membentang bila bersama dengan sahabat-sahabatmu. Tanaman yang menumpang hidup di atas tanaman lain menghirup susu bumi dalam kesenyapan malam yang indah, sementara bumi mereguknya dari dada matahari dalam mimpi-mimpinya yang sarat dengan kesejukan. Matahari, juga diriku, engaku dan semua yang bersemayam disana, berada dalam penghargaan yang setara di antara pesta-pora Raja yang senantiasa membuka pintu istananya dan menyuguhkan meja jamuannya dengan rapi.
  Kawanku, semua yang menumpang hidupa di atas semua yang hidup serta semua yang hidup dalam iman sungguh tiada berbatas, itulah kebebasan Yang Tertinggi.
(Kahlil Gibran)

Monday, May 10, 2010

Hikayat Al-Mustafa (Bagian Keenam)


  Dengan diiringi sembilan muridnya, Al-Mustafa melangkah berseberangan dengan perempuan itu menuju sebuah pasar. Dia banyak berbincang pada orang-orang, kawan-kawan dan tetangga-tetangga, yang sanggup memantulkan kebahagiaan di hati mereka yang terbersit melalui bola matanya.
  "Kalian semua akan mengalami perkembangan di kala tidur," ujarnya pada mereka. "Kalian pun akan mengalami kehidupan di dalam mimpi-mimpi kalian. Dalam kesunyian malam, kalian telah menggunakan seluruh hari untuk mensyukuri anugerah yang telah kalian rengkuh. Kalian memang telah berkali-kali merenungkan dan mempergunjingkan malam sebagai waktu untuk beristirahat, kendati sebenarnya malam adalah masa pendakian dan pencapaian.
  Siang yang memberikan kekuatan pengetahuan pada kalian telah mengajari jemari kalian dengan trampil tentang seni. Tetapi ketahuilah, bahwa cuma malamlah yang membimbing kalian menuju suatu tempat di mana kekayaan kehidupan tersimpan di dalamnya. Matahari juga telah merekahkan kerinduan cahayanya. Tetapi ketahuilah bahwa hanya malamlah yang sanggup menerbangkan mereka menuju gemerlap sinar bintang-bintang.
  Sadarilah, hanya kesenyapan dan kepekatan malamlah yang berhasil merenda tirai perkawinan di pucuk-pucuk pepohonan belantara serta kembang-kembang wangi di tetamanan sebelum kemudian menaburkan pesta kenduri dan meriaskan ruangan pengantin. Hari esok tersembunyi di rahim Waktu hanya dalam kesunyian suci itu. Saat pendakian, kalian akan menjumpai hidangan dan kemewahan. Gulungan mimpi akan senantiasa menyebar dan ruangan pengantin akan selalu setia menunggu sekalipun kalian mampu mengusap habis segala kenangan itu di waktu terjaga."
  Orang-orang masih menunggu untaian kata yang akan diucapkannya kembali. Ia sejenak terdiam. Tapi kemudian berkata lagi, " Kalian semua adalah ruh yang berarak dalam jasadmu. Sebagaimana pelita di malam gulita, kalian adalah geliat api yang tersimpan di balik lentera. Seumpama kalian hanyalah semata onggokan tubuh, tentu kehadiranku dan semua yang kukatakan hanyalah kehampaan, yang menyerupai orang mati yang masih memanggili mayat. Tapi syukurlah kalian tidak seperti itu. Sepanjang hari dan malam, semua yang mati dalam dirimu masih bebas, tidak tertinggal atau terikat. Inilah kehendak Yang Maha Kuasa. Seperti gemelesir angin yang tak bisa ditangkap atau pun dikerangkeng, kalian adalah nafas Kehidupan. Sementara akulah itu desah nafas Kehidupan."
  Ia kembali ke taman meninggalkan kerumunan orang banyak dengan laju kaki sangat tergesa. Orang yang selalu ragu-ragu bertanya kepadanya, "Guru, ceritakanlah tentang kebusukan. Engkau belum bertutur tentang kebusukan."
  Al-Mustafa menyahut dengan suara yang seperti menyimpan sabetan cambuk di baliknya, "Siapakah yang tidak akan menjulukimu peramah ketika dia melalui rumahmu tetapi tidak mengetuk pintunya? Siapakah yang menyebutmu tuli dan pikun sementara dia mengajakmu berbincang tentang hal-hal asing yang tak pernah engkau ketahui? Engkau memang bukannya tidak pernah mengusahakannya. Hati siapakah yang engkau tak sudi meraihnya yang engkau anggap sebagai kebusukan?
  Kalaulah kebusukan itu memang benar-benar nyata wujudnya, ia seperti kain hitam yang menutupi penglihatan kita atau lilin yang menyumpal pendengaran kita. Sahabatku, jangan pernah mengatai semua hal itu busuk dan buruk, kecuali engkau menyimpan kecemasan jiwa akan terbitnya kenangan itu sendiri."
(Kahlil Gibran)

Friday, May 7, 2010

Hikayat Al-Mustafa (Bagian Kelima)

  Seorang perempuan tiba-tiba muncul di pintu gerbang taman ketika mereka tengah berjalan-jalan. Perempuan itulah yang bernama Karima yang teramat sangat dicintai Al-Mustafa. Dia menganggap Karima sebagai saudara perempuannya sendiri semenjak masih kanak-kanak. Karima hanya mematung tanpa menelurkan sebutir suara pun atau sekedar mengetuk pintu gerbang itu. Matanya menyorot ke arah taman itu dengan panorama yang sangat sarat oleh kerinduan dan kenestapaan.
  Buru-buru Al-Mustafa yang mampu menangkap geraian impian yang tersimpan di balik bola mata Karima melangkah ke arah dinding taman dan membukakan gerbangnya. Karima memasuki taman dengan sambutan yang mesra. Karima berkata, "Untuk apakah gerangan engkau menghindari kami sehingga kami tidak lagi bisa tenggelam dalam pancaran sinar romanmu? Ketahuilah, telah sekian tahun kami yang mencintaimu menunggu kedatanganmu dengan penuh kerinduan dan mengharapkanmu dalam keadaan sejahtera. Kini mereka semua sedang meratapimu dan sangat berhasrat untuk berbincang denganmu. Mereka memintaku untuk menemuimu, memohon agar engkau sudi menjumpai mereka, menuturkan kepada mereka semua tentang kebijakanmu, menguraikan penderitaan hati mereka yang remuk-redam serta memberi petunjuk pada kami yang masih saja selalu dilumuri kebusukan."
  Al-Mustafa menyahut sambil menatap Karima, "Sepanjang engkau belum menyebut semua manusia itu bijak, maka janganlah engkau mengataiku manusia bijak. Aku cumalah buah muda yang masih bergelantungan di rantingnya dan baru kemarin mencapai kematangannya. Dalam sinaran kebenaran, kita tidak bijak dan sekaligus tidak bodoh, karena itu jangan cerca diri kalian dengan sebutan bodoh. Kita semua adalah dedaunan hijau yang bertebaran di pohon kehidupan, sedangkan kehidupan itu sendiri berada jauh dari jangkauan kebijakan dan kebodohan.
  Apakah benar aku telah menghindarkan diri dari wajah kalian? Bukankah kalian juga menyadari betapa jarak tidak akan pernah ada sepanjang jiwa tidak lagi menghampar dalam impian? Jarak akan menjelma sehelai tembang dalam jiwa manakala jiwa telah menggelar jarak itu.
  Jarak yang menghampar antara engkau dan tetanggamu yang tak bersahaja akan terasa jauh lebih luas daripada jarak yang memisahkanmu dengan kekasihmu yang bersemayam di balik tujuh negeri dan tujuh samudera. Jarak tak akan tergelar dalam ingatan, kecuali dalam kekosonganlah terselip jurang perpisahan yang tak sanggup dijembatani oleh pendengaranmu atau pun penglihatanmu. Terdapat suatu jalur rahasia yang harus engkau tempuh sebelum engkau lebur dalam anak-anak bumi yang terletak di antara pantai dan puncak gunung tertinggi. Terdapat sebuah jalan rahasia di antara pengetahuan dan pengertianmu yang harus engkau belah sebelum engkau merasuk bersama manusia untuk kemudian kembali menyatu dengan dirimu sendiri.
  Terbentang jarak yang sangat luas antara tangan kanan yang engkau pergunakan untuk memberi dengan tangan kiri yang engkau pergunakan untuk menerima. Engkau hanya akan bisa menghancurkan jarak itu sewaktu engkau sanggup menganggap tangan kanan dan tangan kirimu sebagai pemberi dan penerima. Hanya melalui pemahamanlah engkau tidak akan lagi memiliki sesuatu pun untuk engkau berikan atau sesuatu pun untuk engkau terima.
  Ketahuilah, Karima, jarak yang paling jauh sebenarnya adalah apa yang terhampar antara penglihatan kita di kala tidur dan di kala jaga, serta antara penerapaan dang angan-angan. Sebelum menyatu ke tubuh kehidupan, Sungguh masih sangat banyak lorong yang harus engkau tapaki. Namun, maafkanlah, lorong-lorong itu tak akan kututurkan saat ini lantaran ku tahu kalian semua masih sangat kelelahan akibat jauhnya perjalanan yang kalian tempuh."
(Kahlil Gibran)
  

Thursday, May 6, 2010

Hikayat Al-Mustafa (Bagian Keempat)


  "Ceritakanlah padaku tentang apa yang sedang bergejolak di dalam hatimu." kata seseorang.
  Setelah memperhatikan orang itu, dia berujar melalui suaranya yang bergema layaknya sebuah bintang yang tengah bernyanyi, "Mimpi-mimpi di waktu terjaga. Ketika engkau tengah mematung dan lebih mendengarkan suara hatimu, impianmu yang menyerupai serpihan salju akan bergelantung jatuh melayang-layang dan menaburi segala irama yang berkumandang dari hatimu dengan putihnya kebisuan."
  "Apakah mimpidalam jaga itulah yang tengah menangkupi kuncup-kuncupnya dan bermekaran di ufuk batinmu? Tidakkah impianmu itu adalah mahkota yang  dihempaskan badai hatimu sehingga menyebar rata ke seluruh hamparan bebukitan dan leladanganmu?"
  "Ketika engkau sedang menunggu hadirnya kebahagiaan, sementara wujudmu yang tak memiliki bentuk pun telah menemukan bentuknya, awan akan tetap menggumpal  berarakan hingga Jemari Tuhan menjadikan ambisi hati sebagai serpihan kecil yang menyerupai matahari, bulan dan bintang."
  Orang yang ragu-ragu itu kemudian menimpali, "Akan tetapi, Guru, musim semi segera mengumandang yang akan menyebabkan semua salju impian dan anganan kita mencair sebelum kemudian lenyap seketika tanpa sebutir jejak pun."
  Dia pun menyahut, "Sewaktu musim semi tiba untuk menemukan kekasihnya di antara rimbun pepohonan dan ladang anggur yang tengah terlena dalam lelapnya, salju memang akan mencair, kemudian mengalir dan airnya akan terus mencari sungai dan lembah untuk menjadi dayang yang menghidangkan makanan bagi anggur dan semak putih yang wangi serta pohon salam.
  Begitulah salju hatimu akan melelh di musim semi yang mengunjungimu. Maka rahasia hatimu akan mengalir pula untuk mencari sungai dan lembah kehidupan.Lalu, sungai-sungai akan menguraikan rahasia hatimu dan melarutkannya ke dalam hamparan samudera nan luas.
  Sewaktu musim semi tiba, semuanya akan melelh dan menjadi melodi indah. Bintang-bintang pun, serpihan-serpihan salju yang merambat perlahan di antara ladang-ladang merentang akan pula mencair untuk menemukan sungai yang menembang penuh girang. Kebekuan apakah yang tidak akan berubah menjadi cairan sewaktu matahari bertahta di atas cakrawala yang tak terbatas? Siapakah di antara kalian yang tidak sudi menjadi pembantu yang akan menghidangkan anggur kepada belukar putih yang wangi dan pohon salam?
  Kalian baru saja menantangi gelombang samudera yang sangat bergemuruh, berdiri di pantai lepas dalam kebersamaan. Sebelum kemudian angin dan denyut kehidupan merenda tudung kecemerlangan sambil memeluk dan menghadiahkan suatu bentuk pada kalian semua. Kalian mencari langit yang menjulang dengan mengangkat kepala. Namun samudera akan terus menguntit dan nyanyiannya senantiasa akan bersama kalian. Laut akan selamanya menyanyikan naluri keibuannya sekalipun kalian telah melalaikan orangtuamu. Laut akan terus-menerus tanpa jemu memeluk kalian dalam dekapan indahnya. Sewaktu mengembara di pegunungan dan pepasiran, kalian akan selalu terkenang pada kedalaman batinnya yang menyejukkan. Sekalipun kalian kadangkala sulit memahami apa yang sedang dirindukan, tetapi semua itu lantaran irama kedamaiannya yang membahagiakan.
  Lalu apa yang terjadi? Manakala hujan menari-nari di kepala dedaunan, ketika salju menjatuhkan dirinya dengan perlahan, di antara belukar dan puncak bebukitan, ada pertanda bagi suatu anugerah yang dijanjikan. Di lembah-lembah, ketika menuntun segerombolan ternak untuk memasuki tepian sungai; di kala anak-anak mengalirkan air yang berkemilauan dan menyatu dengan bentangan ladang-ladang yang kehijauan; ketika embun pagi memancarkan semburat langit di perkebunan; atau pun kabut tipis di kala senja yang menutupi jalanmu di atas rerumputan; atas semuanya itulah, manakala gelegar gelombang laut menyatu dalam jiwa, mereka bersaksi akan asal-usul dan mengharapkan cinta kasih kalian.
  Ketahuilah, itulah serpihan-serpihan salju yang bersemayam dalam diri kalian dan akan mengalir untuk menemukan lautan."
(Kahlil Gibran)

Monday, May 3, 2010

Hikayat Al-Mustafa (Bagian Ketiga)

  Al-Mustafa melangkah gontai ke taman orang tuanya, lalu menyelinap kedalamnya dan kemudian menutup pintu gerbangnya. Tak ada seorangpun yang pernah diijinkannya untuk mengiringi langkahnya. Dia mendekam di taman itu dalam sebuah bangunan selama empat puluh hari empat puluh malam. Semua orang telah mengerti apa yang diinginkannya untuk menyendiri sehingga tak ada seorangpun yang berkunjung atau menjenguknya melalui pintu gerbang yang mengatup rapat itu.
  Barulah selepas empat puluh hari empat puluh malam ia menguak pintu gerbang tamannya sebagai pertanda bahwa ia telah bersedia menyambut kunjungan mereka yang ingin menjumpainya. Ada sembilan orang yang mendatanginya; tiga awak kapalnya sendiri, tiga lainnya adalah orang-orang yang membantunya dalam upacara di kuil dan tiga orang lagi adalah kawan-kawan sepermainannya di masa silam. Semua orang itu adalah murid-muridnya.
  Ketika sang fajar merekah, kesembilan murid itu mengitarinya dengan masing-masing wajah menempiaskan tatapan yang menerawang jauh ke masa lalu dengan bola mata yang mengerami berjuta kenangan. Hafiz, salah seorang muridnya, berkata padanya, "Guru, tuturkan apa yang disebut dengan kota Orphalese serta negeri-negeri yang telah engkau huni selama dua belas tahun."
  Mata Al-Mustafa melayang jauh ke bentangan bebukitan serta keluasan angkasa. Hatinya berkecamuk dalam kesunyian. "Sahabat-sahabat dan kawan-kawan perjalananku," ujarnya kemudian. "Sungguh celaka bangsa yang tak memiliki agama sekalipun dijubeli oleh kepercayaan-kepercayaan. Sungguh nista bangsa yang mengagungkan orang dzalim  laiknya pahlawan dan menyanjung-nyanjung penjajah sebagai bangsa yang berkuasa perkasa. Sungguh rendah bangsa yang melecehkan ambisi mimpi-mimpi tetapi terkulai lemas tatkala jaga.
  Betapa celaka bangsa yang tak berani menyampaikan kata-katanya sendiri kecuali bila tengah bergandengan mesra dengan liang kubur. Bangsa yang tak menyimpan kebanggaan kecuali ketika sedang tengkurap di antara puing-puing keruntuhannya. Bangsa yang tidak menggeliat bangkit kecuali manakala batang lehernya telah dikalungi oleh mata pedang dan tempat pemancungan.
  Celakalah bangsa yang memiliki negarawan berupa seekor serigala, yang memiliki filosof berupa para penipu dan memiliki karya seni berupa tiruan-tiruan. Betapa malangnya bangsa yang menyambut penguasa barunya dengan mengumandangkan tiupan terompet-terompet, lalu menangis penuh duka waktu mengucapkan selamat tinggal padanya, tetapi kemudian menyambut penguasa baru penggantinya dengan tiupan terompet-terompet yang sama. Celaka benar bangsa yang hanya memiliki cendekiawan yang bertahun-tahun tumpul telinganya dan orang-orang kuatnya masih mengeram dalam kereta-kereta bayi.
  Celakalah sebuah bangsa yang terbelah-belah dalam bagian wilayah-wilayah, dan setiap bagiannya memproklamasikan dirinya sebagai suatu bangsa."
(Kahlil Gibran)

Saturday, May 1, 2010

Hikayat Al-Mustafa (Bagian Kedua)

  Al-Mustafa mengayunkan tapak kakinya di atas jalan setapak yang akan menghantarnya ke sebuah taman yang dimiliki orang tuanya, di mana jasad ayah dan ibu beserta leluhurnya disemayamkan, meninggalkan mereka semua. Mereka yang akan mengiringinya serta-merta menyadari bahwa kejadian itulah yang menjadi simbol bagi kembalinya sang guru. Di antara orang banyak, sang guru merasa sangat kesepian lantaran tidak ada lagi sanak-kadang yang menyambutnya dengan penuh sorak sorai bahagia. 
  Tetapi nahkoda kapal mengingatkan mereka dengan suaranya yang lantang, "Jika dia menempuh jalan itu, dia akan menderita. Makanannya cumalah roti kesunyian dan piala minumannya hanya menampung anggur nostalgia silam yang akan direguknya seorang diri."
  Para pelaut seketika menguburkan niatnya untuk mengiringi sang guru. Mereka tahu hanya kejadian itulah yang di inginkan oleh sang nahkoda kapal. Semuanya yang berkerumun di pinggir pantai itupun segera menyimoan niat dan hasratnya.
  Kecuali itu, hanya Karimalah  yang menyusul langkah sang guru dalam jarak beberapa meter di belakangnya. Al-Mustafa terbelenggu dalam kesunyian dan nostalgia masa silamnya. Tetapi sejurus kemudia Karima berbalik arah dan melangkah ke rumahnya. Di bawah sebuah pohon Almon dalam sebuah taman, entah lantaran apa ia sedang mengalirkan air matanya.