Ibadat, yang sekarang ini lebih banyak diucapkan ibadah berasal dari kata Arab a-ba-da, yang artinya melayani, menyembah, menghambakan diri, mengikatkan diri, menundukkan diri, mencintai dan memuliakan. Karena itu, terlalu sempit bila kata na'budu diterjemahkan atau di artikan menyembah. Kata menyembah hanyalah salah satu aspek yang terkandung di dalam beribadah. Kata menyembah lebih terkait dengan tindakan upacara, atau tindakan protokoler sebagai tanda bakti dari wong cilik atau bawahan kepada atasan atau rajanya. Perilaku upacara ini sebenarnya sisa-sisa zaman purbakala ketika manusia msih dikuasai oleh mitos. Kalau kepada atasan atau kepada raja saja manusia melakukan sembah bakti, apalagi kepada Pemilik kekuatan super di alam ini.
Masyarakat mengalami perkembangan budaya dalam menempuh hidupnya di dunia ini. Mitos tidak dibuang, tetapi dirasionalisasikan oleh agama-agama yang datang di kemudian hari. Praktik-praktik persembahan adalah warisan manusia-manusia zaman ketika mitos berkuasa. Agama yang sebagian besar tumbuh di abad keenam sebelum masehi, atau lebih kurang 2600 tahun yang lalu, mengadopsi bentuk-bentuk persembahan ini. Tentu saja, bentuk-bentuk tersebut disempurnakan sesuai dengan perkembangan peradaban manusia. Anda masih ingat, bahwa pada masyarakat kuno dalam mendapatkan perlindungan Tuhan, mereka melakukan persembahan korban kepada Tuhan berupa manusia, misalnya anak laki-laki yang belum akil balig, atau gadis perawan yang belum akil balig juga. Persembahan ini berangsur-angsur berubah menjadi persembahan berupa korban binatang atau buah dan sayuran yang masih segar.
Upacara sembah sujud juga mengalami perubahan. Bila kita lihat bentuk-bentuk penyembahan kuno di televisi, kita bisa menyaksikan persembahyangan ini berupa tindakan berguling-guling atau tidur tengkurap di atas tanah yang dianggap suci. Kemudian bentuk persembahyangan ini berubah menjadi rangkaian tindakan berdiri, mambongkok (rukuk), sujud, dan duduk. Dalam Islam pun bentuk-bentuk persembahyangan ini dilestarikan, tentu saja setelah disempurnakan oleh Nabi Muhammad SAW menjadi sebuah rangkaian tindakan yang sistematis dengan syarat-syarat kebersihan yang luar biasa untuk pelaksanaannya. Rangkaian tindakan persembahyangan yang dimulai dengan berdiri menghadap Ka'bah sambil mengucapkan takbir "Allahu Akbar" dan disudahi dengan mengucapkan salam "assalamualaikum wa rahmatullah" sambil duduk itu dinamakan salat.
Dilihat dari aspek lahirnya, salat atau sembahyang merupakan warisan persembahyangan pada zaman kekuasaan mitos, tetapi telah mengalami penyempurnaan. Kesempurnaan aspek lahir salat terwujud dalam kebersihan lahir dan batin bagi orang yang benar-benar mengerjakannya. Secara lahiriah salat harus dilaksanakan di tempat yang bersih (bebas dari kotoran dan najis), pakaian dan seluruh anggota badan pelakunya juga harus bersih. Dari aspek batiniah, orang yang salat harus berusaha menjalankan dengan khusyuk, bebas dari berbagai macam pamrih dan berbagai macam bisikan hati yang tak ada hubungannya dengan tujuan salat.
(Achmad Chodjim; Al Fatihah)
No comments:
Post a Comment