Artikel ini adalah hasil tulisan dari Sam Ardi Kemara Pradipta yang ditulis di Ongisnade.net. Saya sangat kagum dengan artikel tersebut oleh karena itu saya berniat untuk sharing dengan kalian semua.
Setelah kemarin menulis “Jika aku menjadi pemilik Arema Indonesia” maka ayas sebenarnya juga menulis beberapa artikel untuk Ongisnade.net tapi mungkin tidak bisa dipublikasikan. Merujuk pada komentar, caci maki dan pendapat nawak-nawak sekalian di Ongisnade.nettentang kekalahan Singo Edan di beberapa pertandingan terakhir.
Mengelitik bagi ayas untuk mencoba memberikan sebuah solusi dengan memandang jauh kedepan. Menang dan kalah dalam suatu pertandingan adalah hal biasa, tapi yang luar biasa adalah bagaimana sikap kita menanggapi kekalahan tersebut dengan perasaan legowo.
Sebagai kelompok supoter terbaik di dunia, hendaklah kita selalu menggunakan pemikiran rasional terlebih dahulu dibandingan menggunakan perasaan emosional, ayas yakin tuhan menciptakan akal sehat manusia adalah untuk digunakan terlebih dahulu.
Ijinkan ayas membuka cakrawala logika nawak-nawak sekalian, coba bayangkan apa yang terjadi jika kita memecat Janu pada awal kompetisi, kemungkinan terjadinya ada 2, Arema akan tambah maju atau kebalikannya, ayas yakin sebagian nawak-nawak yang emosi pasti akan mengatakan lebih Arema Indonesia pasti akan lebih maju apabila Janu dipecat dari Arema Indonesia.
Tapi tahan dulu, menurut agama yang ayas anut mengajarkan cara memandang segala sesuatu dengan dua sisi pandang. Pertama, sisi dimana obyek itu kita pandang wujud lahirnya. Sebut saja sudut pandang lahiriah. Sudut pandang lahiriah bertumpu kepada sosok fisik dan materi obyek tersebut. Dan, kedua, sisi di mana kita memandang sesuatu jauh melampaui batas lahiriyah. Sebut saja dengan sudut pandang ruhiyah. Karena ia menggunakan kekuatan ruhiyah, kebersihan nurani, ketajaman iman, sebagai kacamatanya.
Nah bukan bermasud menggurui atau menjadi yang ahli tapi ijinkan ayas menggunakan kekuatan ruhiyah. Ayas berpikiran akanlah sulit untuk menemukan pelatih yang berkualitas ketika kompetisi sedang berjalan apalagi kompetisi ini baru dimulai. Jadi memecat Janu pada saat sekarang ini sangatlah tidak menguntungkan, mungkin untuk menambah keyakinan nawak-nawak, ayas sertakan beberapa data-data pedukung.
Marilah kita melihat kebelakang sejenak, masih ingat kah nawak-nawak bagaimana mantan Pelatih Kepala Timnas Indonesia U-19, Bambang Nurdiansyah mudur diawal kompetisi, dan Arema Indonesia kesulitan untuk memperoleh pengganti yang lebih baik bahkan penggatinya ayas katakan jauh dari kapabilitas sebuah pelatih.
Sedangkan bagi nawak-nawak yang meninginkan Robert kembali itupun tidak mungkin terjadi secepatnya, karena Robert sendiri masih terikat kontrak dengan PSM. Pertanyaan berikutnya adalah, apabila Arema Indonesia bisa menarik Robert kembali ke Arema Indonesia pada musim depan akankah ada jaminan bahwa Arema akan juara, coba simak studi kasus dari AC Milan dibawah ini :
Setelah kepergian Fabio Capello pada tahun 1996, Milan merekrut Oscar Washington Tabarez tetapi perjuangan keras di bawah kendalinya kurang berhasil dan mereka selalu kalah dalam beberapa pertandingan awal. Dalam upaya untuk mendapatkan kembali kejayaan masa lalu, mereka memanggil kembali Arrigo Sacchi untuk menggantikan Tabarez. Milan berjuang keras dan mengakhiri musim 1996-1997 di peringkat kesebelas di Seri A.
Sacchi digantikan dengan Capello di musim berikutnya. Capello yang menandatangani kontrak baru dengan Milan merekrut banyak pemain potensial seperti Kristen Ziege, Patrick Kluivert, Jesper Blomqvist, dan Leonardo; tetapi hasilnya sama buruk dengan musim sebelumnya. Musim 1997-1998 mereka berakhir di peringkat kesepuluh. Hasil ini tetap tidak bisa diterima para petinggi Milan, dan seperti Sacchi, Capello dipecat.
Sering kita mendengar bahwa bola itu bukanlah sebuah hitungan atau matematika, team yang diprediksi menang mudah, bisa menjadi kalah, team yang diprediksi degradasi berubah menjadi team yang menakutkan, sebuah team sepakbola juga tidak bisa ditarik sebuah korelasi kesimpulan bahwa pelatih hebat pasti akan menghadirkan sebuah kejuaraan bagi teamnya, banyak contoh seberti Maradona pada piala dunia tahun kemarin yang gagal menjadikan Argentina sebagai Champion .
Sedangkan banyak contoh pelatih kelas teri yang bisa membuat teamnya menjadi juara contohnya Guardiola. Pelatih berusia 39 tahun itu dianggap minim pengalaman melatih tim senior sebesar Barcelona karena sebelumnya hanya menangani tim junior dan Barcelona B. Tapi Treble winners adalah jawaban dari Pep Guardiola.
Kumpulan pemain juara pun terkadang tidak bisa menjadi sebuah jaminan team tersebut akan juara sebutlah Real Madrid, sedangkan team yang bermateri pas-pasan bisa menjadi juara.
Lalu, unsur-unsur apa saja yang bisa membuat team menjadi juara. Kejuaraan yang dipersembahkan oleh team dibangun melalui proses polimerisasi, jika boleh meminjam istilah kimia istilah polimer, adalah molekul besar yang dibangun oleh pengulangan kesatuan kimia yang kecil dan sederhana.
Jadi team sepakbola juara adalah perpaduan antara pemain, team, kondisi internal dan external team yang kuat. Arema Indonesia pada musim kemarin bisa menjadi juara karena polimerisasi yang terjadi tepat, pelatih hebat, pemain memiliki mental juara, kondisi keuangan awal musim bagus (dukungan bentoel), dukungan aremania luar biasa.
Nah tolong dikoreksi kalo ayas salah, pada musim ini kita menambahkan nilai unsur pemain dengan pemain juara, pelatih biasa, kondisi keuangan tidak bagus, dukungan aremania tidak maksimal (slalu ingin kemenangan), jadi kesimpulan apa yang bisa nawak-nawak ambil ?, pasti harus unsur yang berubah.
Solusi yang masuk akal adalah kita tunggu aja Mr Janu berkompetisi, kita beri batasan waktu misal 5 kali kekalahan, maka kita sepakat depak Mr Janu, tapi jika belum, berilah dia kesempatan, dukung dia, karena ayas yakin dia memberikan prestasi yang lebih.
Ayas yakin pemilihan Janu juga didasarkan pertimbangan yang matang, masih ingat musim kemarin ayas terkejut yayasan bisa memilih pelatih yang tidak pernah kita kenal, tapi mampu mempersembahkan juara. Janu pernah memperkuat Republik Ceska di Olimpiade 1984 Los Angeles dan Olimpiade Seoul 1988. Dan prestasi kepelatihannya adalah membawa PSM sebagai Runner up Liga Indonesia 2004.
Perlu disadari bahwa Aremania adalah supoter yang terbaik di dunia, oleh karena itu marilah nawak-nawak gunakan kecerdasan emosional, dan tidak langsung meluapkan semua pertandingan dalam lautan mabuk kemenangan, bersikaplah tenang, handalkan pengendalian diri dan mempercayai proses bukan justru memilih jalan pintas.
Pemecatan Janu secepat mungkin dan boikot tidak melihat Arema di Kanjuruhan adalah sebuah jalan pintas, pemecatan boleh dilakukan asal ada targetnya. Coba tanyakan kembali ke hati nawak-nawaksekalian, apakah nawak-nawak aremania ?, disaat Arema Indonesia membutuhkan dana apakah nawak-nawak tega boikot ?, disaat program pelatihan sudah dibentuk dan direncanakan dengan baik nawak-nawak mau memulai dari awal lagi ?, apakah nawak-nawak yakin Janulah penyebab kekalahan ini ? Apakah bukan karena kontrak pemain arema sehingga berupa bermain tanpa semangat ?, coba tanyakan itu semuanya.
Sebagai penutup, marilah kita merenung dan merenung lagi, apakah boikot dan pemecatan adalah suara-suara orang lain yang menginginkan Arema Indonesia gagal ?, karena jika ada orang yang ingin menghacurkan Arema Indonesia, bukanlah teamnya yang dihancurkan melainkan idiologi Aremanialah yang di pecah belah.
“When you win you have many friends – when you lose you’re alone. People always blame the coach, not the players. I’ll only go if they kick me out. This isn’t about money – I have enough. Football has been good to me. This is about prestige”, Mirosav Janu, The Jakarta Post.
Kisah Cinderella belumlah usai, kisah itu tetaplah akan terjadi jika kita semua bisa memandang kekalahan dengan bijak. Semoga ini semua hanyalah kutukan awal musim, seperti kutukan bagi Liverpool di musim ini.
Arema Indonesia “You’ll Never Walk Alone”
Salam Satu Jiwa, Sampai Mati tetap Aremania
(Sumber : Ongisnade.net)
No comments:
Post a Comment