Thursday, July 22, 2010

Hikayat Al-Mustafa (Bagian Kelimabelas - I)

  Hanya dengan berteman nostalgia indah dan resah, sudah tujuh hari tujuh malam ia berkubang di taman itu. Sementara orang-orang yang telah menyimak semua kata-katanya dengan penuh kasih dan sabar kini telah meninggalkannya untuk mengejar kehidupan masing-masing, sehingga tak ada seorangpun yang mengunjunginya di taman itu.
  Hanyalah Karima yang menyembul menjenguknya dengan sepotong wajah yang menempiaskan kesunyian seperti selubung yang menabiri seraya menyuguhkan piala dan piring, minuman dan makanan untuk membantu menghilangkan kesunyian dan rasa lapar. Dia meletakkan semua yang dibawanya di hadapan Al-Mustafa, lalu pulang.
  Al-Mustafa berjalan kembali mendekati rimbun pohon putih yang terletak di antara pintu gerbang taman, lalu duduk tercenung seraya menatapi jalanan. Tak lama kemudian matanya seolah-olah menangkap semburat awan bergumpal debu-debu yang berarak di jalanan menuju ke arahnya. Dari balik awan itulah muncul kesembilan muridnya, dan salah seorang yang berdiri memimpin di depan adalah Karima. Al-Mustafa bangun menemui mereka, kemudian melangkah mendekati pintu gerbang. Tak ada yang berubah seakan-akan semuanya baru beberapa saat meninggalkan taman itu.
  Segera semuanya masuk dan melahap makanan di meja jamuan sederhana itu bersam-sama. Karima kemudian menyuguhkan roti dan ikan serta menumpahkan anggur penghabisan ke piala-piala seraya berkata kepada Al-Mustafa, "Aku mengharapkan ijinmu untuk berangkat ke kota guna mencari anggur baru supaya piala-piala ini dapat ku isi kembali. Anggur kita sudah habis."
  Seraya memandang Karima, Al-Mustafa membayangkan sebuah perjalanan yang melelahkan serta negeri yang jauh. "Tidak, anggur kita masih cukup untuk persediaan beberapa hari." ujarnya kemudian.
  Lantas mereka hanya makan dan minum sepuas-puasnya. Lalu setelah semuanya menyelesaikan santapannya, Al-Mustafa berkata dengan suara yang sangat dalam laksana samudera luas dan sangat keras serupa gelegar gelombang di saat purnama, "Sahabat-sahabat seperjalananku, kini saat berpisah sudah datang. Kita telah begitu lama mengarungi samudera maha luas yang penuh ancaman, menelusuri pegunungan tinggi yang teramat terjal serta bergumul dengan gemuruh badai. Kita semua pernah tenggelam dalam kegelapan serta pernah pula berkubang dalam kemewahan upacara perkawinan. Kita pun pernah bertelanjang bulat, walaupun kita juga telah pernah mengenakan jubah-jubah kebesaran laksana raja. Kini saat berpisah telah muncul, kendati kita memang benar-benar telah bersama menempuh perjalanan yang maha jauh. Kini aku harus berangkat seorang diri.
  Namun ingat bahwa kita tetaplah sahabat dalam perjalanan untuk menggapau puncak Gunung Suci, sekalipun samudera luas dan negeri jauh memisahkan kita. Tapi sebelum kita terpisah dan menelusuri jalan masing-masing, aku akan memberikan buah-buah panenku dan serpihan-serpihan hatiku untuk kalian semua. Berangkatlah ke jalan kehidupan kalian dengan hati riang, tapi jangan menyanyikan tembang-tembang panjang karena hanya tembang-tembang pendeklah yang senantiasa berdenyut di hati manusia. Tuturkanlah kebenaran hakiki dengan bahasa yang sederhana, namun jangan kalian sisipkan kepalsuan dalam ucapan kalian. Katakanlah kepada perawan yang rambutnya tergerai sangat kemilau di semai cahaya matahari n=bahwa dialah puteri sang fajar. dan jangan kalian bisikkan pada orang buta bahwa dia lebur dengan malam yang gulita.
  Simaklah irama-irama seruling yang merdu yang menyenandungkan irama musim semi. Tututplah daun telinga kalian serapat-rapatnya sampai tuli dan sejauh angan-angan kalian bila kalian berjumpa dengan suara para pencaci dan pendosa. sepanjang perjalanan kalian semua akan berpapasan dengan orang-orang yang berkaki binatang. Berikanlah sayap-sayap kalian kepada mereka. Berikanlah mahkota daun salam kepada orang-orang yang bertanduk. Semaikanlah kelopak bunga di jari-jari orang yang bercakar. Bahkan bila kalian bersua dan berbincang dengan orang yang lidahnya bercabang, berikanlah madu agar mereka terus berkata-kata.
  Kalian semua memang akan berhadapan dengan orang-orang semacam itu serta beragam jenis lainnya. Kalian akan berjumpa dengan orang pincang yang menjual tongkat penyanggah tubuhnya, orang buta yang menjajakan cermin serta orang kaya yang mengemis dengan menengadahkan telapak tangannya di gerbang kuil. Maka bagikanlah ketangkasan kalian kepada orang pincang, semaikanlah penglihatan kalian kepada orang yang buta dan berikanlah diri kalian sendiri kepada orang kaya yang mengemis itu. Karena sebenarnya merekalah manusia yang paling fakir dan kekurangan, lantaran memang tak ada seorang pun sudi menjulurkan tangan untuk memberikan sedekah karena mereka tidaklah benar-benar fakir, tetapi memiliki kekayaan yang berlimpah. Aku mencintai kalian yang akan menapaki jalan-jalan yang sungguh banyak dan akan bermuara di gurun pasir, dimana segerombolan singa dan kelinci, serigala dan domba berpetualang.
  Ingatlah padaku atas apa-apa yang telah kunyatakan. Aku tidak pernah meminta kalian untuk memberi kecuali menerima. Aku tidak menyuruh kalian untuk menampik kecuali menjalankan. Aku pun tidak sekali-kali mengajarkan kalian untuk takluk kecuali mengurai senyuman di bibir kalian. Aku tidak menjabarkan kepada kalian tentang kesunyian kecuali nyanyian yang tak menjerit. Telah kuajarkan tentang kemuliaan diri kalian sendiri yang menyelimuti semua umat manusia."
  

No comments:

Post a Comment