Apakah Kebahagiaan itu?
Menurut Arvan Pradiansyah, kebahagiaan berbeda dengan kesuksesan. Kalau kesuksesan adalah mendapatkan yang anda inginkan (getting what you want), maka lain lagi dengan bahagia. Kalau bahgia, adalah menginginkan apa yang sudah didapatkan. Bahagia itu adalah 'wanting what you get.' Karena kebahagiaan itu lebih pada proses, dan bukan pencapaian target, maka kunci kebahagiaan ada di pikiran. Artinya, orang bisa bahagia atau tidak bergantung pada pikirannya. Memang, selama ini orang terlanjur memahami bahwa hatilah yang menjadi kunci kebahagiaan. Namun, Arvan Pradiansyah mempunyai pandangan lain. Menurutnya, cara untuk mengelola kalbu yang selama ini diartikan sebagai hati itu adalah mengelola yang bisa dijangkau, yaitu pikiran.
Rumus 1 : Sabar (Patience)
Kalau pikiran-pikiran yang masuk ke dalam kepala adalah mengenai 'hasil', maka pikiran itu tidak akan membuat seseorang bahagia, karena definisi sabar itu bukan pada hasil. Sabar itu adalah pada proses. Maka makanan yang harus kita masukkan ke dalam otak kita adalah proses, proses, dan proses. Yang paling penting kita nikmati prosesnya, bukan hasilnya.
Tapi, banyak orang yang ingin mendapatkan hasil, tapi tidak mau menjalani proses. Nah, itulah orang yang tidak bahagia.
Rumus 2 : Syukur (Gratefulness)
Kebanyakan orang tidak bersyukur. Itu karena pikirannya dipenuhi oleh hal-hal yang belum dia miliki. Kalau pikiran seseorang dipenuhi dengan apa-apa yang sudah menjadi miliknya sekarang, maka perasaan syukur akan betul-betul lahir.
Rumus 3 : Sederhana (Simplicity)
Simplicity atau sederhana itu 'melihat ke luar.' Yaitu bagaimana seseorang melihat masalah dalam hidupnya itu sebagai sesuatu yang sederhana, bukan suatu hal yang kelihatan sangat kompleks atau rumit. Sederhana adalah menemukan hakikat di balik setiap masalah. Jadi, pikiran kita ini juga harus di isi dengan hal-hal yang sederhana. Ketika pikiran seseorang diisi hal-hal yang tidak abadi seperti itu, atau oleh problem-problem, maka orang itu tidak bahagia. "Ketika kita mampu melihat hakikat di balik setiap masalah, menemukan esensi di balik setiap pernak-pernik, maka kita bisa melihat dunia ini sederhana sekali sebenarnya, dan kita bahagia kalau melihat kesederhanaan itu."
Rumus 4 : Kasih (Love)
Dalam pengamatan Arvan Pradiansyah, seseorang sulit mengasihi orang lain, karena yang dia masukkan ke dalam pikirannya selalu kata-kata "di". Yang benar, kalau bicara mengenai kasih, yang harus dipikirkan adalah bagaimana caranya menjadi orang yang lebih dikasihi oleh orang lain. Maka pikiran seseorang harus diisi dengan "me", bukan "di". Sebab, jika semua orang berpikir "di", maka siapa yang "me"?
Sebaliknya, apabila semua orang berpikir "me", maka semua akan mendapatkan. Jadi, pikiran kita harus diisi dengan "me", bukan "di". Karena kalau "di", siapa yang mau menyayangi kita. Kalau "di", kita meletakkan kebahagiaan kita kepada orang lain. Tapi kalau "me", kebahagiaan kita ada dalam diri kita sendiri.
Rumus 5 : Memberi (Giving)
Rumus sukses ialah memberi sesuatu supaya mendapatkan sesuatu yang lebih banyak lagi. Kalau modalnya 10 dan dapatnya 100, maka itu berarti sukses. Sedangkan kebahagiaan rumusnya adalah 'give more, accept less'. Itulah ikhlas, yang merupakan puncak tertinggi dari giving / pemberian, yakni ketika kita bisa memberi tanpa mengharap akan mendapatkan balasannya.
Rumus 6 : Memaafkan (Forgiving)
Memaafkan, berarti memasukkan pikiran ke dalam kepala bahwa orang yang menyakiti itu sesungguhnya mempunyai sisi-sisi yang baik. Sebab, seringkali orang tidak mau menerima bahwa orang lain itu mempunyai hal-hal baik. Yang dimasukkan ke dalam pikirannya akhirnya kejelekannya, sehingga orang sulit memaafkan. JIka yang kita masukkan ke dalam pikiran kita adalah tentang kebaikan-kebaikannya, maka perasaan kita kan berubah, dan kita akan lebih mudah memaafkannya. Sesungguhnya ketika kita memaafkan itu akan memberi manfaat pada diri kita.
Rumus 7 : Berserah Diri (Surrender)
Orang yang beriman adalah orang yang ketika sudah tidak bisa melakukan apa-apa lagi, dia masih bisa menyerahkan ketidakmampuannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan orang yang tidak beriman tidak akan bisa bahagia, karena sebagai manusia, kemampuannya terbatas. Nah, kalau orang yang beriman kemampuannya menjadi tidak terbatas, karena dia memiliki Allah SWT.
(Arvan Pradiansyah)
No comments:
Post a Comment