Thursday, May 6, 2010

Hikayat Al-Mustafa (Bagian Keempat)


  "Ceritakanlah padaku tentang apa yang sedang bergejolak di dalam hatimu." kata seseorang.
  Setelah memperhatikan orang itu, dia berujar melalui suaranya yang bergema layaknya sebuah bintang yang tengah bernyanyi, "Mimpi-mimpi di waktu terjaga. Ketika engkau tengah mematung dan lebih mendengarkan suara hatimu, impianmu yang menyerupai serpihan salju akan bergelantung jatuh melayang-layang dan menaburi segala irama yang berkumandang dari hatimu dengan putihnya kebisuan."
  "Apakah mimpidalam jaga itulah yang tengah menangkupi kuncup-kuncupnya dan bermekaran di ufuk batinmu? Tidakkah impianmu itu adalah mahkota yang  dihempaskan badai hatimu sehingga menyebar rata ke seluruh hamparan bebukitan dan leladanganmu?"
  "Ketika engkau sedang menunggu hadirnya kebahagiaan, sementara wujudmu yang tak memiliki bentuk pun telah menemukan bentuknya, awan akan tetap menggumpal  berarakan hingga Jemari Tuhan menjadikan ambisi hati sebagai serpihan kecil yang menyerupai matahari, bulan dan bintang."
  Orang yang ragu-ragu itu kemudian menimpali, "Akan tetapi, Guru, musim semi segera mengumandang yang akan menyebabkan semua salju impian dan anganan kita mencair sebelum kemudian lenyap seketika tanpa sebutir jejak pun."
  Dia pun menyahut, "Sewaktu musim semi tiba untuk menemukan kekasihnya di antara rimbun pepohonan dan ladang anggur yang tengah terlena dalam lelapnya, salju memang akan mencair, kemudian mengalir dan airnya akan terus mencari sungai dan lembah untuk menjadi dayang yang menghidangkan makanan bagi anggur dan semak putih yang wangi serta pohon salam.
  Begitulah salju hatimu akan melelh di musim semi yang mengunjungimu. Maka rahasia hatimu akan mengalir pula untuk mencari sungai dan lembah kehidupan.Lalu, sungai-sungai akan menguraikan rahasia hatimu dan melarutkannya ke dalam hamparan samudera nan luas.
  Sewaktu musim semi tiba, semuanya akan melelh dan menjadi melodi indah. Bintang-bintang pun, serpihan-serpihan salju yang merambat perlahan di antara ladang-ladang merentang akan pula mencair untuk menemukan sungai yang menembang penuh girang. Kebekuan apakah yang tidak akan berubah menjadi cairan sewaktu matahari bertahta di atas cakrawala yang tak terbatas? Siapakah di antara kalian yang tidak sudi menjadi pembantu yang akan menghidangkan anggur kepada belukar putih yang wangi dan pohon salam?
  Kalian baru saja menantangi gelombang samudera yang sangat bergemuruh, berdiri di pantai lepas dalam kebersamaan. Sebelum kemudian angin dan denyut kehidupan merenda tudung kecemerlangan sambil memeluk dan menghadiahkan suatu bentuk pada kalian semua. Kalian mencari langit yang menjulang dengan mengangkat kepala. Namun samudera akan terus menguntit dan nyanyiannya senantiasa akan bersama kalian. Laut akan selamanya menyanyikan naluri keibuannya sekalipun kalian telah melalaikan orangtuamu. Laut akan terus-menerus tanpa jemu memeluk kalian dalam dekapan indahnya. Sewaktu mengembara di pegunungan dan pepasiran, kalian akan selalu terkenang pada kedalaman batinnya yang menyejukkan. Sekalipun kalian kadangkala sulit memahami apa yang sedang dirindukan, tetapi semua itu lantaran irama kedamaiannya yang membahagiakan.
  Lalu apa yang terjadi? Manakala hujan menari-nari di kepala dedaunan, ketika salju menjatuhkan dirinya dengan perlahan, di antara belukar dan puncak bebukitan, ada pertanda bagi suatu anugerah yang dijanjikan. Di lembah-lembah, ketika menuntun segerombolan ternak untuk memasuki tepian sungai; di kala anak-anak mengalirkan air yang berkemilauan dan menyatu dengan bentangan ladang-ladang yang kehijauan; ketika embun pagi memancarkan semburat langit di perkebunan; atau pun kabut tipis di kala senja yang menutupi jalanmu di atas rerumputan; atas semuanya itulah, manakala gelegar gelombang laut menyatu dalam jiwa, mereka bersaksi akan asal-usul dan mengharapkan cinta kasih kalian.
  Ketahuilah, itulah serpihan-serpihan salju yang bersemayam dalam diri kalian dan akan mengalir untuk menemukan lautan."
(Kahlil Gibran)

No comments:

Post a Comment