Monday, May 10, 2010

Hikayat Al-Mustafa (Bagian Keenam)


  Dengan diiringi sembilan muridnya, Al-Mustafa melangkah berseberangan dengan perempuan itu menuju sebuah pasar. Dia banyak berbincang pada orang-orang, kawan-kawan dan tetangga-tetangga, yang sanggup memantulkan kebahagiaan di hati mereka yang terbersit melalui bola matanya.
  "Kalian semua akan mengalami perkembangan di kala tidur," ujarnya pada mereka. "Kalian pun akan mengalami kehidupan di dalam mimpi-mimpi kalian. Dalam kesunyian malam, kalian telah menggunakan seluruh hari untuk mensyukuri anugerah yang telah kalian rengkuh. Kalian memang telah berkali-kali merenungkan dan mempergunjingkan malam sebagai waktu untuk beristirahat, kendati sebenarnya malam adalah masa pendakian dan pencapaian.
  Siang yang memberikan kekuatan pengetahuan pada kalian telah mengajari jemari kalian dengan trampil tentang seni. Tetapi ketahuilah, bahwa cuma malamlah yang membimbing kalian menuju suatu tempat di mana kekayaan kehidupan tersimpan di dalamnya. Matahari juga telah merekahkan kerinduan cahayanya. Tetapi ketahuilah bahwa hanya malamlah yang sanggup menerbangkan mereka menuju gemerlap sinar bintang-bintang.
  Sadarilah, hanya kesenyapan dan kepekatan malamlah yang berhasil merenda tirai perkawinan di pucuk-pucuk pepohonan belantara serta kembang-kembang wangi di tetamanan sebelum kemudian menaburkan pesta kenduri dan meriaskan ruangan pengantin. Hari esok tersembunyi di rahim Waktu hanya dalam kesunyian suci itu. Saat pendakian, kalian akan menjumpai hidangan dan kemewahan. Gulungan mimpi akan senantiasa menyebar dan ruangan pengantin akan selalu setia menunggu sekalipun kalian mampu mengusap habis segala kenangan itu di waktu terjaga."
  Orang-orang masih menunggu untaian kata yang akan diucapkannya kembali. Ia sejenak terdiam. Tapi kemudian berkata lagi, " Kalian semua adalah ruh yang berarak dalam jasadmu. Sebagaimana pelita di malam gulita, kalian adalah geliat api yang tersimpan di balik lentera. Seumpama kalian hanyalah semata onggokan tubuh, tentu kehadiranku dan semua yang kukatakan hanyalah kehampaan, yang menyerupai orang mati yang masih memanggili mayat. Tapi syukurlah kalian tidak seperti itu. Sepanjang hari dan malam, semua yang mati dalam dirimu masih bebas, tidak tertinggal atau terikat. Inilah kehendak Yang Maha Kuasa. Seperti gemelesir angin yang tak bisa ditangkap atau pun dikerangkeng, kalian adalah nafas Kehidupan. Sementara akulah itu desah nafas Kehidupan."
  Ia kembali ke taman meninggalkan kerumunan orang banyak dengan laju kaki sangat tergesa. Orang yang selalu ragu-ragu bertanya kepadanya, "Guru, ceritakanlah tentang kebusukan. Engkau belum bertutur tentang kebusukan."
  Al-Mustafa menyahut dengan suara yang seperti menyimpan sabetan cambuk di baliknya, "Siapakah yang tidak akan menjulukimu peramah ketika dia melalui rumahmu tetapi tidak mengetuk pintunya? Siapakah yang menyebutmu tuli dan pikun sementara dia mengajakmu berbincang tentang hal-hal asing yang tak pernah engkau ketahui? Engkau memang bukannya tidak pernah mengusahakannya. Hati siapakah yang engkau tak sudi meraihnya yang engkau anggap sebagai kebusukan?
  Kalaulah kebusukan itu memang benar-benar nyata wujudnya, ia seperti kain hitam yang menutupi penglihatan kita atau lilin yang menyumpal pendengaran kita. Sahabatku, jangan pernah mengatai semua hal itu busuk dan buruk, kecuali engkau menyimpan kecemasan jiwa akan terbitnya kenangan itu sendiri."
(Kahlil Gibran)

No comments:

Post a Comment