Thursday, May 27, 2010

Hikayat Al-Mustafa (Bagian Kedelapan)

  Ketika fajar menyingsing, di kala langit masih tampak kepucatan, di pagi itu mereka berjalan-jalan mengitari taman sambil terkagum-kagum menyaksikan tempias ufuk timur yang membaluti matahari terbit. Kemudian Al-Mustafa menjulurkan jari tangannya sambil berkata, "Bayangan matahari itu sendiri pada tetes embun tidaklah lebih rendah dibandingkan matahari itu sendiri. Cerminan kehidupan yang bersarang dalam jiwa kalian tidaklah kurang nilainya daripada kehidupan itu sendiri. Karena embun menyatu dengan cahaya, maka dia menempiaskan cahayanya. Karena kalian dan kehidupan menyatu, maka kalian merupakan bayangan kehidupan itu sendiri.
  Maka katakanlah bila gulita menangkupi kalian : 'Gulita ini adalah fajar yang belum sempurna terlahirkan.Sekalipun rengsa pekatnya malam menghujamiku, pagi akan tetap disempurnakan kelahirannya untukku serta pula untuk gelaran bebukitan luas.'
  Sebagaimana engkau yang menyatukan jiwa dengan hati Tuhan, demikian jugalah tetes-tetes embun menyelimuti bunga lili di saat senja. Bila tetes embun bergumam : 'Namun akan menjadi setetes embun hanya dalam waktu seribu tahun', maka jawablah : 'Tidakkah engkau sadari betapa cahaya selalu berkilau memelukmu sepanjang masa?'

No comments:

Post a Comment