Sewaktu genta kuil berkumandang dan gemuruhnya memasuki telinga di suatu awal pekan, seorang murid Al-Mustafa berkata, "Guru, telah banyak kami simak perbincangan tentang Tuhan. Bagaimana pandanganmu tentang Tuhan serta siapakah Dia sesungguhnya?"
Dengan menyerupai sebatang pohon muda yang tak mengenal gentar terhadap tamparan angin ataupun terjangan badai, sang Guru berdiri di hadapan murid-muridnya. Kemudian katanya, "Sahabat-sahabatku tersayang, kini pikirkanlah sebuah hati yang menelungkupi semua hati kalian, seutas cinta yang menyelimuti seluruh cinta kalian, sehelai jiwa yang memeluk semua jiwa kalian, secarik suara yang meliliti semua kumandang kalian serta sekerat kesunyian yang terasa jauh lebih menghunjam dibandingkan segala kesunyian yang tak terbatas.
Sekarang telusurilah di dalam dirimu supaya engkau kuasa untuk merasakan bagaimana keindahan yang jauh lebih memukau dibandingkan semua keindahan, bagaimana nyanyian yang jauh lebih sahdu daripada semua nyanyian samudera dan belantara, keliaan yang berkuasa di singgasana yang menjadikan galaksi Orion sebagai penyangganya, mencengkeram sebuah tongkat kekuasaan sehingga galaksi Pleiades menjadi tidak lebih kecuali sebuah kerlipan kecil dari tetes-tetes embun.
Bila selama ini engkau cuma sibuk oleh pencarian makanan dan tempat berlindung, pakaian dan ongkat penunjuk jalan, maka tibalah kini waktumu untuk mencari Yang Maha Esa, yang tidak engkau jadikan sasaran panahmu dan tidak pula engkau jadikan gua batu untuk perlindunganmu. Dan kalau masih saja kata-kataku ini belum engkau ketahui maksudnya, maka carilah sekalipun barangkali engkau akan kecewa lantaran pertanyaannya hanya akan menggiringmu memasuki cinta dan kebijakan Yang Maha Tinggi yang dikenal sebagai Tuhan oleh manusia."
Semuanya diam tercenung. Mereka gundah dan bimbang. Al-Mustafa yang merasa tersentuh sangat iba pada mereka. Dengan penuh kasih sayang ditatapnya mereka, "Sebaiknya jangan lagi kita menggunjingkan Tuhan. Sudah cukup bagi kita untuk berbicara tentang dewa-dewa, tetangga-tetangga, sanak-kadang serta seluruh yang hidup di sekeliling rumah dan ladang kalian. Jika melamun, kalian akan terlontar tinggi sampai menembus awan cakrawala sehingga kalian menganggapnya terlalu membunmbung tinggi. Kalian pun hanya akan menyeberangi samudera nan luas sehingga kalian akan mengira telah menempuh perjalanan yang sangat jauh. Namun ketahuilah bahwa kalian akan mencapai ketinggian yang lebih tinggi manakala kalian menebar benih ke muka tanah, di waktu kalian mewartakan cantik cemerlangnya fajar pagi kepada tetangga kalian, sebenarnya kalian telah melampaui samudra yang teramat sangat luas.
Kalian memang tak pernah menyimak kidung yang hakiki sekalipun kalian sudah terlalu sangat sering melantunkan tembang-tembang pujian kepada Yang Maha Kuasa. Akan lebih baik bagi kalian untuk menikmati kicau beburungan, gemeresek dedaunan yang bertanggalan dari ranting-rantingnya sewaktu angin menampar dan merontokkannya. Tapi jangan lupa kawanku, semua itu hanya akan bernyanyi sahdu sewaktu terpisahkan dari ranting-rantingnya. Karena itu, sekali lagi kuingatkan , janganlah sekali-kali kalian bergunjing tentang Tuhan yang merupakan keseluruhanmu secara serampangan. Berbincanglah dengan sesama kalian dan saling mengertilah, antara tetangga dengan tetangga, antara dewa dengan dewa.
Masih adakah gunanya untuk memberi makan pada anak burung sementara induknya begitu saja terbang tinggi membelah cakrawala? Kembang apakah yang akan mekar bila bukan dibuahi kumbang yang hinggap di kembang lainnya? Kalian akan bersujud khusuk kepada Tuhan sewaktu kalian tertindih kenestapaan hidup. Kalian akan lebih berharga dan sanggup menapaki jalan kalian sendiri ketika kalian telah menjumpai jalanan yang lebih luas.
Para pelaut dan kawanku, akan jauh lebih bijak bila kita tidak berdiskusi tentang Tuhan yang tidak pernah kita mengerti. Dan sungguh akan jauh lebih baik bila kita berbincang tentang hubungan manusia yang jauh lebih kita pahami. Hanya saja, aku ingin kalian semua menyadari betapa kita semua adalah detak nafas dan aroma wewangian Tuhan. Tuhan pun larut dalam daun-daun, kembang-kembang dan buah-buahan."
(Kahlil Gibran)
No comments:
Post a Comment